Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan, kredit perbankan pada April 2023 tumbuh 8,08 persen secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp 6.464 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, penyaluran kredit perbankan naik turut didorong oleh pertumbuhan kredit modal kerja yang termoderasi menjadi 6,55 persen (yoy).
Baca Juga
"Secara month to month (mtm), kredit modal kerja dan konsumsi tumbuh masing-masing sebesar 0,55 persen dan 0,32 persen, dengan kredit investasi terkontraksi 0,16 persen," jelas Dian dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK Mei 2023 secara virtual, Selasa (6/6/2023).
Advertisement
Di sisi lain, ia mengutarakan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada April 2023 tercatat menurun menjadi 6,82 persen (YoY) menjadi Rp 7.996 triliun. Utamanya didorong penurunan pada tabungan.
"Likuiditas industri perbankan pada April 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga," imbuhnya.
Mengacu catatan OJK, rasio alat likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 118,25 persen dan 26,58 persen. "Meskipun menurun, namun masih jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen," kata Dian.
Risiko kredit perbankan masih terjaga dengan rasio non performing loan (NPL) net perbankan sebesar 0,78 persen, dan NPL gross 2,53 persen.
Restrukturisasi
Di sisi lain, kredit restrukturisasi Covid-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp 19,42 triliun menjadi Rp 386 triliun. Jumlah nasabah juga menurun menjadi 1,74 juta nasabah, dari sebelumnya 1,83 juta nasabah di Maret 2023.
Risiko pasar juga menurun ditinjau dari Posisi Devisa Neto (PDN) tercatat sebesar 1,60 persen, jauh di bawah threshold 20 persen. Sementara permodalan perbankan masih di level yang solid dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) industri Perbankan 24,57 persen.
"OJK akan terus mendukung perbankan melalui langkah kebijakan yang diperlukan. Sehingga perbankan terus bertumbuh berkelanjutan namun tetap prudent dalam aspek manajemen risiko," pungkas Dian.
Advertisement
OJK Ramal Kredit Perbankan Tumbuh 12 Persen di 2023
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memandang kalau pertumbuhan ekonomi nasional masih tetap positif di 2023 ini. Termasuk capaian-capaian dari industri jasa keuangan yang jadi lingkup pengawasan OJK.
Mahendra melihat adanya peluang pertumbuhan di dalam negeri yang terjadi, padahal secara global perekonomian tengah mengalami goncangan. Beberapa prediksi pertumbuhan telah dikantonginya.
"Kredit perbankan diproyeksikan tumbuh 10-12 persen didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 7-9 persen. Di pasar modal, nilai emisi ditargetkan sebesar Rp 200 triliun dan pada 1,5 bulan awal ini kondisi terakhir bahwa angka Rp 200 triliun tadi, dengan kecepatan yang dilakukan sampai 6 minggu awal 2023 ini nampaknya akan dapat di capai," ungkapnya dalam Indonesia Financial System Stability Summit 2023, Kamis (23/2/2023).
Sementara itu, dia membidik di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tumbuh 13-15 persen. Ini disukung dengan mobilitas masyarakat yang dirpediksi akan meningkat pasca turunnya status pandemi ke endemi.
Kemudian, pertumbuhan juga ditargetkan terjadi pada aset asuransi jiwa dan asuransi umum. Mengikuti tumbuh positif, aset dari dana pensiun (dapen) juga dibidik tumbuh impresif.
"Aset asuransi jiwa dan asuransi umum diperkirakan tumbuh 5-7 persen, tentu hal ini dapat dilakukan dengan program reformais yang kuat yang dilakukan untuk industri asuransi. Aset dana pensiun diperkirakan tumbuh dengan tingkat yang sama antara 5-7 persen," urainya.
Perlu Dikejar
Kendati begitu, Mahendra menyadari kalau target-target tadi masih ada ketertinggalan dari negara-negara Asia Tenggara maupun Asia. Maka diperlukan upaya untuk mengejar capaian serupa yang sudah didapat oleh negara-negara tetangga Indonesia.
Sebut saja, jika dilihat dari porsi kontribusi sektor keuangan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang masih cukup tendah. Baik dalam konteks kredit dalam negeri, kapitalisasi pasar saham, outstanding obligasi sukuk, penetrasi asuransi dan penetrasi aset dana pensiun terhadal PDB.
"Serta masih rendahnya jumlah investor maupun tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia," kata dia.
"Ini jadi jawaban dari apa yang disebut dengan middle income trap country yang menghambat pertumbuhan suatu negara menuju negara maju dan ini hrs kita atasi sehingga kita bisa mengelak dari jebakan yang merugikan tadi," sambung Mahendra.
Advertisement